Bagi masyarakat yang awam terhadap hukum, segala permasalahan tentang tanah dan kepemilikannya terasa rumit. Terbukti dari banyaknya kasus sengketa tanah yang semakin hari semakin banyak. Sebenarnya, kasus sengketa tanah baik ringan maupun berat bisa diselesaikan dengan baik dan sesuai prosedur, bila masing-masing pihak mengerti hukum dan mau menyelesaikannya sesuai hukum yang berlaku. Jika tidak, akan ada banyak pihak yang merasa dirugikan. Oleh karena itu, sebaiknya setiap proses peralihan tanah baik melalui jual beli, warisan, hibah, tukar menukar, dan lain sebagainya diselesaikan dengan prosedur hukum benar. Hal ini untuk menghindari timbulnya permasalahan di kemudian hari.

Bagi masyarakat yang awam terhadap hukum, segala permasalahan tentang tanah dan kepemilikannya terasa rumit. Terbukti dari banyaknya kasus sengketa tanah yang semakin hari semakin banyak. Sebenarnya, kasus sengketa tanah baik ringan maupun berat bisa diselesaikan dengan baik dan sesuai prosedur, bila masing-masing pihak mengerti hukum dan mau menyelesaikannya sesuai hukum yang berlaku. Jika tidak, akan ada banyak pihak yang merasa dirugikan. Oleh karena itu, sebaiknya setiap proses peralihan tanah baik melalui jual beli, warisan, hibah, tukar menukar, dan lain sebagainya diselesaikan dengan prosedur hukum benar. Hal ini untuk menghindari timbulnya permasalahan di kemudian hari.
Merujuk Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, disebutkan bahwa perolehan hak karena surat waris dan surat hibah tanah wasiat merupakan objek pajak. Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris, yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
Saat pewaris meninggal dunia, pada hakikatnya telah terjadi pemindahan hak dari pewaris kepada ahli waris. Saat terjadinya peristiwa hukum yang mengakibatkan pemindahan hak tersebut, merupakan saat perolehan hak karena waris menjadi objek pajak. Mengingat ahli waris memperoleh hak secara cuma-cuma, maka adalah wajar apabila perolehan hak karena waris tersebut termasuk objek pajak yang dikenakan pajak
Sebagai contoh dalam kasus hibah berikut ini.
Tuan Muji memiliki tanah dan bangunan toko di atasnya, seluas 200 meter persegi. Letaknya di J1. C. Simanjuntak nomor 20 Yogyakarta. Dikarenakan sudah terlalu tua dan tidak bisa mengurusi toko tersebut, Pak Muji menghibahkan tanah beserta toko di atasnya tersebut kepada Tuan Bambang selaku partner bisnisnya.
Dan kasus tersebut, bagaimana prosedur hibah yang benar serta proses peralihan tanahnya agar di kemudian hari tidak timbul permasalahan?
Unsur-unsur Penting dalam Hibah
Sebelum menjawab pertanyaan di atas mengenai peralihan tanah melalui proses hibah, perlu kita ketahui terlebih dahulu tentang pengertian hibah serta unsur-unsur apa saja yang ada dalam hibah.
Menurut pasal Pasal 1666 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hibah adalah suatu persetujuan dimana si penghibah, pada waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah.
Unsur-unsur dalam hibah antara lain:
  • Perjanjian dalam hibah adalah pemberian dengan cuma-cuma, artinya pemberian itu harus dengan sukarela tanpa pamrih.
  • Hibah tidak dapat ditarik kembali, artinya ketika pemberi hibah ingin menghibahkan benda yang menjadi hak miliknya, maka harus ada penerimaan secara sukarela dari penerima hibah. Selain itu, harta hibah ini juga tidak dapat ditarik atau dikembalikan. Jadi harus ada persetujuan di antara pemberi hibah dan penerima hibah.
Dalam proses peralihan atau pemindahan hak atas tanah karena hibah, pihak yang mengalihkan harus mempunyai hak dan kewenangan untuk memindahkan hak. Di mana pihak yang menerima hak juga harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang baru. Jadi jika dalam contoh kasus Tuan Muji dan Tuan Bambang memenuhi unsur-unsur di atas, maka proses hibah atas tanah dan bangunan toko tersebut dapat dilakukan.
PEMBUATAN DOKUMEN AKTA HIBAH
Sebagaimana peralihan hak atas tanah lainnya, proses hibah juga perlu disaksikan, didampingi, serta dibuat oleh dan di hadapan PPAT. Harus ada akta PPAT di dalam proses ini, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Syarat, prosedur, serta penyerahan dokumen yang wajib dilakukan oleh Tuan Mujidan Tuan Bambang dalam pembuat akta hibah di PPAT antara lain:
  1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya, di atas materai cukup;
  2. Fotokopi identitas pemohon/penerima hak (KTP, KK), serta kuasa apabila dikuasakan;
  3. Sertifikat asli dari tanah yang dihibahkan;
  4. Akta hibah beserta pengantar dari PPAT;
  5. Ijin pemindahan hak, apabila dalam sertifikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang;
  6. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket;
  7. Penyerahan bukti SSB (BPHTB) danbukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari Rp 60 juta;
  8. Surat Pernyataan Tidak dalam Sengketa;
  9. Surat Penguasaan Fisik yang ditandatangani pemberi hibah dan dilegalisasi Notaris.
Jika semua hal di atas sudah terpenuhi, dan masing-masing pihak sudah memastikan bahwa tanah serta bangunan tidak dalam sengketa, maka akta hibah akan dibuatkan oleh pihak PPAT, dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Prosedur Peralihan Hak di Kantor Pertanahan
Setelah hibah resmi dilakukan serta telah ada akta hibah dan PPAT, maka Tuan Bambang sebagai penerima hibah harus mengurus proses peralihan tanah di Kantor Pertahanan, agar status dari tanah hibah tersebut menjadi hak miliknya. Jika semua syarat dan prosedur di atas telah selesai dilakukan, maka proses hibah dan peralihan tanah dinyatakan sah secara hukum. Dengan ini, kemungkinan sengketa yang akan terjadi di kemudian hari dapat diminimalisir.
Referensi
1. Pasal 1666 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
2. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998